Selasa, 22 Januari 2013

Sport Massage

Kalangan atlet profesional maupun masyarakat pehobi olahraga sangat membutuhkan keberadaan seorang terapis olahraga. Sebab olahraga memang rawan menimbulkan cedera ringan, sedang maupun berat. Apa manfaat keberadaan terapis, padahal ada tukang pijat?

Para atlet umumnya telah mengetahui pentingnya fisioterapi olahraga. Namun, untuk kalangan masyarakat umum banyak yang menganggap enteng cedera yang dialaminya saat berolahraga. Sehingga mereka merasa cukup pergi ke tukang pijat.

Padahal fisioterapi olahraga bukan sembarang tukangf pijat.

Burhanudin Tsani, terapis olahraga di RS Rajawali Citra Jogjakarta menjelaskan perbedaan antara fisioterapi olahraga dengan pijat biasa (massage). Fisioterapi olahraga sendiri dikenal sebagai sports massage (pijat olahraga). Hanya saja terapi yang bukanlah pijat biasa.

Terhambatnya proses penyembuhan cedera olahraga biasanya karena pasien menyepelekan teknik-teknik manipulasi pijat olahraga dan menganggapnya sebagai pijat biasa.

“Sebab otot itu bisa kita raba dan rasakan tingkat kekenyalannya, tingkat fleksibilitasnya efek cedera berupa kalor (panas), tumor (bengkak), tubor (merah), dolor (nyeri). Functiolesa malfunction pun dapat kita ketahui,” kata terapis yang pernah berpraktik di Klinik Fisioterapi Olahraga RSU Puri Husada Yogyakarta itu.

Burhanudin melanjutkan, fisioterapi olahraga terdiri dua bagian: fisioterapi manual yang mengggunakan pijat olahraga dan fisioterapi latih gerak berupa latihan atau terapi fisik.

Dalam pijat olahraga, pasien cenderung diam karena diberi manipulasi atau perlakuan dari fisioterapist.

“Sedangkan fisioterapi latih gerak, si pasien kita berikan gerakan yang sifatnya aktif, baik dibantu terapis atau dengan panduan gerakan terapis,” ujar terapis yang juga bertugas mengawal atlet DIY saat bertanding untuk cabang olah raga taekwondo, sepak takraw dan dansa.

Lelaki yang mempelajari teknik fisioterapi di Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta ini menjelaskan, dirinya menggeluti dua jenis fisioterapi olahraga yang sifatnya manual. Yakni, pijat olahraga dengan sistematika teknik manipulasi dan fisioterapi latih gerak.

Pijat olahraga dengan sistematika teknik manipulasi, Ia bakukan melalui sembilan tahap secara berurutan: effleurage pembuka (ada 3 teknik gerakan), petrisage, friction, tapotament, comotan, pressing, vibration, shaking dan effleurage penutup.

Adapun physiotherapy exercise atau latihan/terapi fisik adalah menggunakan terapi olahraga adaptif. Olahraga atau gerakan tersebut disesuaikan dengan kapasitas fungsional pasien.

“Jadi fisioterapi olahraga adaptif ini disesuaikan dengan penyakit pasien. Misalnya gerakan untuk post stroke akan berbeda dengan gerakan pasien obesitas. Pergerakan pasien alzheimer berbeda dengan gerakan latihan untuk lansia madya,” jelas Nurhanudin yang juga narasumber atau pelatih di Diklat Pertolongan Pertama untuk Kegawat Daruratan (PPGD) di SAR DIY Kompi Mahakarta itu.

Dari dua jenis fisioterapi tersebut, atlet paling banyak menempuh fisioterapi manual pijat olahraga (sports massage). Terutama untuk atlet masa usai berkompetisi/bertanding (post competition) dan pemulihan dari cedera.

Khusus atlet cedera, selain menempuh terapi manual juga melakukan terapi latihan. Sebab, jika tidak diberikan latihan gerak selama masa penyembuhan, maka akan membuat tingkat kekakuan otot semakin cepat. Apalagi jika atlet tidak melakukan peregangan selama masa penyembuhan.

Lalu berapa lama waktu dibutuhkan untuk terapi?

“Itu sangat tergantung tingkat kedisiplinan atlet dalam melaksanakan perintah sports therapist,” urai Burhanudin yang pernah menjalani pendidikan dan pelatihan di Asosiasi Sports Massage Indonesia bersama dr Prabata dari Jogja Internasional Hospital.

Sebagai contoh, cedera ringan pada kaki berupa bengkak atau memar karena benturan dengan kaki lawan tak akan kempes bila tidak melaksanakan prinsip RICE. RICE sendiri meliputi Rest (mengistirahatkan bagian cedera), Ice (pemberian kompres es atau bisa dengan  chloroethyl),  Compression (pemberian bebat) dan Elevation (meninggikan daerah cedera lebih tinggi dari jantung).

Bila hal tersebut dilanggar, lanjutnya, maka kecepatan penyembuhan atau kempesnya memar bisa melebihi 2-3 hari.

“Untuk cedera sedang, misal sprain atau perototan yang tertarik melebihi daya kekuatan otot tersebut sehingga terasa sakit, maka metode RICE harus diberikan dibarengi dengan latihan dan stretching,” jelasnya.

Adapun cedera berat, misal terjadi dislokasi sendi atau persendian yang terlepas dari kaput sendinya akibat gerakan berlebih, perlu masa istirahat lebih panjang. Selain itu, perlu menempuh metode tersebut dan gerakan latihan setelah beberapa minggu. Tujuannya adalah melakukan penguatan perototan pelindung persendian.

Jadi bagi Anda yang gemar berolahraga dan misal mengalami cedera, sebaiknya tidak asal pijat tapi konsultasi ke dokter olahraga atau klinik fisioterapi olahraga.
(Oleh: Marmi Panti Hidayah) / http://id.olahraga.yahoo.com/news/spt--pijat-olahraga-bukan-sembarang-memijat-092955901.html;

Tidak ada komentar:

Posting Komentar